Para Kamad Harus Menjadi Play Maker

Tampak para Kamad ketika mengikuti pengarahan PYMT Kepala Kantor Kemenag Kab. Ende (Bpk. Yosef Nganggo,S.Ag) kepada para kepala Madrasah Negeri dan Swasta se-Kabupaten Ende, Sabtu, 03 Juli 2010 di Aula Gedung Monitoring Pendidikan Agama, Jalan Kathedral Ende.

Laga sepak bola dunia telah usai. Cover seputar sepak bola dunia yang menghiasi majalah dan surat kabar perlahan mulai tergantikan. Pesta kemenangan dan eluhan pada tim matador Spanyol makin redup. Tetapi suatu yang tidak dapat dipungkiri bahwa tim matador Spanyol telah mengukir sejarah baru peraih tropi sepak bola dunia. Keberhasilan tim matador Spanyol yang telah menarik simpatik para pendukung sepak bola dunia tentu telah melewati perjuangan panjang. Salah satu bukti inovatif tim matador Spanyol dalam laga sepak bola dunia adalah upaya memadukan tradisi sepak bola Amerika (Individual) dengan Eropa (Team Work). Kreasi baru ini dalam praksisnya dilakoni oleh Play Maker yang mengatur pola bertahan atau menyerang. Ada saat harus menggunakan kekuatan individu dan ada saat harus kerja sama tim. Ini disinyalir oleh banyak pengamat sepak bola dunia sebagai kunci sukses Spanyol sehingga layak disebut sebagai sang juara.
Para kepala Madrasah adalah play maker terseleksi yang ditentukan untuk memenangi pertandingan. Gol-gol atau out put yang tercipta dari setiap Madrasah harus didukung oleh kepiawaian Kepala Madrasah sebagai play maker dalam mengatur strategi sehingga mendapat simpatik publik khususnya para orang tua agar menitipkan putera-puteri mereka untuk dibinah dan ditempa di Madrasah. Posisi dan peran kepala Madrasah sebagai play maker tidak sekedar berhayal atau berimajinasi tetapi terlibat dalam aksi bersama stakholders lainnya dalam pembangunan kecerdasan anak-anak bangsa.
Layaknya dalam permainan sepak bola, kepala Madrasah selaku play maker juga terkadang kurang berani menerobos ke garis pertahanan lawan, kurang memahami peran, kurang berani menanggung risiko dan seterusnya. Selain itu, kurangnya pengetahuan, banyaknya peraturan, suasana birokratis serta sifat primordialitas dirasa sangat membatasi ruang gerak para kepala Madrasah. Dalam kondisi ini, peran kepala Madrasah menjadi sangat terbatas atau sekedar menjalani rutinitas belaka. Kenyataan ini jika merujuk pada teori organisasi dapat dinilai sebagai gejala kematian organisasi. Apalah artinya membagi bola dari kaki ke kaki (Kerja sama tim) atau berebut bola (Individual) jika tidak membuahkan gol (Output) yang tidak dapat dianulir.
Madrasah sebagai bagian dari lembaga pendidikan nasional memerlukan pemimpin atau kepala Madrasah yang dinamis, kreatif serta inovatif guna penegasan dan mempertahankan eksistensinya. Kemampuan mengekspresikan sifat-sifat ini dapat memajukan kualitas Madrasah. Standart mutu pelayanan dan kualitas output merupakan tuntutan masyarakat moderen dewasa ini. Dalam konteks masyarakat moderen yang dipengaruhi paham materialisme, konsumen atau publik adalah pemegang kendali. Ini disebabkan oleh banyaknya pilihan yang disajikan pada konsumen dengan standart mutu dan kualitas yang berfariasi. Ini menuntut usaha ekstra para kepala Madrasah untuk menyajikan kualitas permainan terbaik sehingga menarik simpatik publik.
Sebagai play maker, para kepala Madrasah hendaknya menyadari diri sebagai pengatur gerak tim. Kepala Madrasah diharapkan mampu membuka ruang perubahan dan membangung dialog dengan berbagai komponen pendukung lainnya. Keterbukaan terhadap perubahan dan dialog ini memungkinkan lahirnya daya konstruktif seperti : Pertama, pengembangan kreatifitas Madrasah (ketenagaan, kurikulum, manajemen). Kedua, adanya sikap saling percaya (mutual trust). Ketiga, sumber informasi mencukupi sehingga suasana lembaga tidak kering (resourceful). Keempat, ada upaya mengatasi masalah(constraints). Kelima, dapat memfasilitasi kebutuhan lembaga. Keenam, adanya evaluasi yang menjamin akuntabilitas kinerja (accountability).
Patut diakui bahwa, lembaga pendidikan Madrasah memiliki warna khas Ke-Islam-annya. Ini juga mejadi tugas kepala Madrasah untuk meramu dengan pola dan cara pandang yang berbeda dari sekolah umum. Lembaga Pendidikan Madrasah hendaknya lebih mengedepankan pembinaan akhlak dan spiritual sebagai jiwa dari ilmu lainnya. Dengan dasar iman, semua ilmu pengetahuan mendapat pencerahan. Para kepala Madrasah hendaknya dapat mengarahkan program pembelajaran pada sebuah tujuan yaitu menyadari kuasa Allah dalam setiap penelusuran ilmu pegetahuan. Dengan kata lain, segala kajian, penelitian ilmu-ilmu lain hendaknya selalu berujung pada pengakuan akan Allah sebagai penggerak pertama dan utama. Bravo play maker. (Admin)